ZMedia Purwodadi

Memahami Penjor - Ciri Khas Galungan Umat Hindu di Bali

Table of Contents

Halo, Semeton dan para pencinta budaya di mana pun kalian berada!

Kalau kalian pernah berkunjung ke Bali saat momen perayaan Galungan atau Kuningan, pasti mata kalian dimanjakan dengan pemandangan yang luar biasa.

Jalanan di seluruh pelosok pulau, mulai dari kota Denpasar yang sibuk hingga desa-desa terpencil di Kintamani, mendadak berubah. Langit-langit jalan seolah dipayungi oleh lengkungan bambu yang dihias janur kuning nan cantik.

Ya, itulah Penjor.

Bagi wisatawan, deretan penjor ini mungkin terlihat sebagai dekorasi festival yang estetik, Instagramable, dan bikin suasana jadi meriah. Tapi, tunggu dulu.

Bagi umat Hindu di Bali, penjor itu jauh lebih dari sekadar hiasan bambu. Itu bukan sekadar umbul-umbul biar jalanan ramai.

Ada filosofi mendalam, ada doa yang dipanjatkan, dan ada simbolisme alam semesta yang terwakili dalam sebatang bambu yang melengkung itu.

Sebagai penulis yang sudah satu dekade mengamati dinamika budaya dan religi, saya ingin mengajak kalian duduk santai sejenak. Mari kita kupas tuntas, apa sih sebenarnya makna di balik penjor ini? Kenapa wajib ada saat Galungan? Dan kenapa bentuknya harus begitu?

Siapkan kopi atau teh hangat kalian, karena kita akan menyelami kekayaan budaya Hindu Bali yang penuh makna ini.

Apa Itu Penjor? Sebuah Pengantar Sederhana

Sebelum kita bicara soal filosofi yang njelimet, mari kita samakan persepsi dulu tentang apa itu penjor secara fisik.

Secara harfiah, kata "Penjor" berasal dari kata "Enjor" dalam bahasa Bali, yang artinya sesuatu yang menjulang tinggi atau menonjol ke atas.

Kalau kita lihat bentuk fisiknya, penjor adalah batang bambu yang ujungnya melengkung ke bawah. Bambu ini kemudian dihias dengan janur (daun kelapa muda) dan berbagai hasil bumi.

Di Bali, penjor biasanya dipasang tepat di depan pintu masuk pekarangan rumah setiap keluarga Hindu. Pemasangannya dilakukan pada hari Penampahan Galungan, atau satu hari sebelum Hari Raya Galungan.

Tapi, jangan salah sangka. Penjor itu ada dua jenis utama, lho:

  1. Penjor Sakral: Ini adalah penjor yang wajib dibuat untuk keperluan upacara keagamaan seperti Galungan. Ada syarat-syarat khusus (sastra) yang harus dipenuhi isinya.
  2. Penjor Hiasan: Ini sering kita lihat saat ada lomba desa, pesta kesenian, atau penyambutan tamu negara. Isinya lebih bebas dan menonjolkan estetika seni tanpa harus terpaku pada aturan ritual yang ketat.

Fokus kita kali ini tentu saja pada Penjor Sakral yang digunakan saat Galungan dan Kuningan.

Makna Penjor dalam Hari Raya Galungan: Lebih dari Sekadar Bambu

Kenapa harus ada Penjor saat Galungan?

Hari Raya Galungan dimaknai sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan). Nah, penjor ini ibarat bendera kemenangannya.

Bayangkan kalian habis menang perang atau lomba, pasti kalian mengibarkan bendera, kan? Penjor adalah panji-panji kemenangan umat Hindu dalam menaklukkan ego dan hawa nafsu dalam diri.

Namun, maknanya tidak berhenti di situ saja. Berikut adalah beberapa lapisan makna penjor yang perlu kalian tahu:

1. Simbol Gunung Agung (Giri Tohlangkir)

Dalam kosmologi Hindu, gunung dianggap sebagai tempat yang suci, stana para Dewa. Penjor dibuat menjulang tinggi menyerupai gunung.

Bambu yang tinggi itu adalah representasi dari Gunung Agung. Mengapa Gunung Agung? Karena di sanalah diyakini sebagai tempat berstananya Hyang Giripati atau Tuhan dalam manifestasinya sebagai penguasa gunung.

Jadi, memasang penjor di depan rumah sama artinya dengan menghadirkan simbol kesucian gunung ke dekat tempat tinggal kita.

2. Wujud Naga Basuki dan Anantaboga

Ini bagian yang menarik. Kalau kalian perhatikan dengan jeli, bentuk penjor itu sebenarnya merepresentasikan seekor Naga.

  • Sanggah (tempat sesajen di penjor): Melambangkan kepala Naga.
  • Lengkungan bambu di atas: Melambangkan ekor Naga.
  • Hiasan janur di sepanjang bambu: Melambangkan sisik dan bulu Naga.

Dalam mitologi Hindu Bali, ada dua naga penjaga keseimbangan alam, yaitu Naga Basuki (simbol air/kemakmuran) dan Naga Anantaboga (simbol tanah/pangan). Penjor menyatukan simbol ini sebagai harapan akan kesuburan dan kesejahteraan.

3. Ucapan Syukur atas Hasil Bumi

Coba perhatikan apa saja yang digantung di penjor. Ada kelapa, pisang, jajan, tebu, dan umbi-umbian.

Ini bukan hiasan semata. Ini adalah representasi hasil pertanian dan perkebunan. Dengan memasang hasil bumi di penjor, umat Hindu sedang melakukan persembahan balik.

Logikanya begini: "Tuhan, terima kasih Engkau telah memberikan tanah yang subur dan panen yang berlimpah. Ini kami persembahkan kembali sebagian kecil hasilnya kepada-Mu sebagai wujud syukur (Bhakti)."

Fungsi dan Manfaat Penjor: Kenapa Harus Repot Membuatnya?

Mungkin ada yang bertanya, "Kenapa harus repot-repot bikin penjor yang besar dan mahal? Kan bisa sembahyang saja?"

Di situlah letak keunikan budaya Bali. Ritual bukan hanya soal doa dalam hati, tapi juga ekspresi seni dan tindakan nyata.

Berikut adalah fungsi dan manfaat utama dari penjor:

Fungsi Spiritual (Religius)

Secara spiritual, penjor berfungsi sebagai sarana persembahyangan. Di bagian penjor terdapat sebuah sanggah kecil (biasanya terbuat dari anyaman bambu) yang disebut Sanggah Ardha Candra.

Di sanggah inilah umat Hindu meletakkan sesajen (banten) saat hari raya Galungan. Jadi, penjor bukan sekadar pajangan, tapi sebuah "altar" vertikal yang menghubungkan manusia dengan Hyang Widhi Wasa (Tuhan).

Fungsi Sosial dan Budaya

Membuat penjor itu tidak mudah, lho. Butuh kerjasama.

Di Bali, tradisi membuat penjor seringkali dilakukan bersama-sama oleh kaum laki-laki dalam satu keluarga atau banjar. Ini mempererat tali persaudaraan (menyama braya).

Selain itu, penjor juga berfungsi menjaga kelestarian tanaman lokal. Karena syarat penjor harus menggunakan hasil bumi lokal, maka secara tidak langsung umat Hindu "dipaksa" untuk terus melestarikan tanaman seperti kelapa, bambu, aren, dan padi.

Bedah Anatomi: Bagian-Bagian Penjor dan Makna Filosofisnya

Nah, ini adalah inti daging dari artikel ini. Kita akan membedah penjor sepotong demi sepotong.

Berdasarkan lontar Tutur Dewi Tapini, setiap komponen penjor itu adalah simbol dari Dewa-Dewa dan kekuatan alam semesta. Tidak boleh asal pasang.

Mari kita lihat daftarnya:

1. Bambu (Tiing)

Bambu yang digunakan haruslah bambu yang utuh dari pangkal sampai ujung, dan melengkung secara alami (meski sekarang sering dibantu api agar melengkung indah).

Maknanya: Bambu adalah simbol dari Dewa Brahma (Pencipta). Bambu yang tumbuh lurus melambangkan keteguhan hati. Ruas-ruas bambu melambangkan tahapan kehidupan yang harus kita lewati satu per satu.

2. Kelapa (Nyiur)

Biasanya berupa satu butir kelapa utuh atau daksina.

Maknanya: Kelapa adalah simbol Dewa Rudra. Kelapa juga dianggap sebagai tumbuhan serbaguna (Kalpataru) yang melambangkan kehidupan yang bermanfaat.

3. Kain Putih Kuning

Kalian pasti melihat ada kain yang melilit atau menghias penjor, warnanya putih dan kuning.

Maknanya:

  • Warna Putih: Simbol kesucian (Dewa Iswara).
  • Warna Kuning: Simbol kemakmuran dan kebijaksanaan (Dewa Mahadewa).

Gabungan keduanya melambangkan kesucian hati dalam mencapai kemakmuran.

4. Pala Bungkah dan Pala Gantung

Ini adalah syarat mutlak dalam penjor sakral.

  • Pala Bungkah (Umbi-umbian): Seperti ketela, talas, atau ubi. Ini melambangkan Dewa Wisnu (Pemelihara), karena tumbuh di dalam tanah yang diasosiasikan dengan air/kesuburan.
  • Pala Gantung (Buah yang menggantung): Seperti pisang, jeruk, mentimun, atau padi. Ini melambangkan anugerah yang datang dari atas.

5. Tebu

Batang tebu biasanya diikatkan berdiri tegak di samping bambu utama.

Maknanya: Tebu melambangkan Dewa Sambu. Secara harfiah, tebu memiliki rasa manis. Ini adalah harapan agar kehidupan harmonis dan manis. Selain itu, tebu (anteing nubu) melambangkan kemantapan hati.

6. Sanggah Ardha Candra

Bentuknya setengah lingkaran atau persegi empat yang terbuat dari bambu, dipasang di ketinggian tertentu pada penjor.

Maknanya: Simbol Dewa Siwa. Ini adalah tempat meletakkan banten/sesajen. Bentuk Ardha Candra (bulan sabit) melambangkan keindahan dan cahaya suci.

7. Sampian Penjor (Ujung Penjor)

Hiasan janur yang menjuntai di ujung lengkungan bambu, biasanya sangat indah dan rumit (porosan).

Maknanya: Simbol dari Dewa Parama Siwa. Ujung yang melengkung ke bawah mengajarkan filosofi padi: "Semakin berisi, semakin merunduk."

Artinya, meskipun kita sudah mencapai kemenangan (Galungan), kesuksesan, atau kekayaan, kita harus tetap rendah hati dan melihat ke bawah.

8. Hiasan Janur/Ental

Hiasan yang menempel di sepanjang batang bambu.

Maknanya: Simbol Bidadari atau keindahan alam semesta. Ini juga melambangkan vibrasi kesucian yang memancar.

Penjor Galungan vs. Penjor Kuningan: Apa Bedanya?

Banyak yang mengira penjor untuk Galungan dan Kuningan itu sama saja. Memang, secara fisik penjor yang dipasang saat Galungan akan tetap berdiri sampai Kuningan (10 hari kemudian).

Namun, saat Hari Raya Kuningan, ada sedikit modifikasi pada penjor tersebut.

Pada hari Kuningan, biasanya ditambahkan hiasan khusus yang disebut Tamiang dan Endongan.

  • Tamiang: Berbentuk bulat seperti perisai. Ini melambangkan perlindungan diri dan perputaran roda alam semesta (Cakra).
  • Endongan: Berbentuk seperti tas atau kantong perbekalan. Ini melambangkan bekal karma (perbuatan) yang kita bawa dalam mengarungi kehidupan.

Jadi, saat Kuningan, penjor tersebut menjadi simbol yang lebih lengkap tentang perlindungan dan bekal hidup.

Fenomena Penjor Modern: Antara Prestise dan Tradisi

Sebagai pengamat yang sudah lama tinggal di Bali, saya melihat ada pergeseran tren yang menarik dalam 10 tahun terakhir.

Dulu, penjor dibuat sangat sederhana. Yang penting lengkap syarat (Pala Bungkah, Pala Gantung, dll). Tapi sekarang? Wah, penjor sudah seperti ajang kontes seni!

Banyak orang rela merogoh kocek jutaan rupiah untuk memesan penjor jadi yang megah, penuh ukiran styrofoam, janur ental impor dari Sulawesi, dan lampu hias kelap-kelip.

Apakah ini salah?

Tentu tidak ada yang salah dengan seni dan keindahan. Mempersembahkan yang terbaik dan terindah untuk Tuhan adalah bentuk rasa bhakti juga (Satyam, Sivam, Sundaram).

Namun, yang perlu diingat oleh semeton Hindu adalah: Jangan sampai kulit melupakan isi.

Jangan sampai penjornya berharga jutaan rupiah dan menjulang megah, tapi lupa memasang Sanggah Ardha Candra atau lupa menggantungkan Pala Bungkah dan Pala Gantung.

Kalau syarat utamanya hilang, maka itu bukan lagi Penjor Galungan, melainkan hanya pohon bambu hias.

Ingat, esensi penjor adalah Yadnya (korban suci), bukan ajang pamer kekayaan antar tetangga. Kesederhanaan yang memenuhi syarat sastra jauh lebih utama daripada kemewahan yang kosong makna.

Kapan Penjor Dipasang dan Dicabut?

Ada aturan waktunya juga, lho. Tidak sembarangan.

Waktu Pemasangan: Idealnya dipasang pada hari Penampahan Galungan (Selasa Wage Dungulan), setelah jam 12 siang. Mengapa? Karena pada saat itu dianggap kita sudah siap menyambut kemenangan Dharma keesokan harinya.

Waktu Pencabutan: Penjor dicabut pada hari Buda Kliwon Pahang, atau sering disebut Pegat Wakan. Ini adalah 35 hari setelah Galungan.

Setelah dicabut, penjor tidak boleh dibuang sembarangan ke tempat sampah. Bambu dan hiasannya biasanya dibakar, dan abunya ditanam di pekarangan rumah atau ditebar. Ini simbol mengembalikan unsur alam (Panca Maha Bhuta) kembali ke asalnya.

Kesimpulan: Penjor Adalah Cerminan Diri

Teman-teman pembaca sekalian,

Dari pembahasan panjang lebar di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa Penjor dalam Hari Raya Galungan dan Kuningan bukan sekadar batang bambu hias.

Ia adalah Simbol Kemenangan. Ia adalah Gunung Agung. Ia adalah Naga penjaga kemakmuran. Dan yang paling penting, ia adalah wujud rasa terima kasih manusia kepada Tuhan dan Alam Semesta.

Melihat penjor yang melengkung ke bawah, kita diingatkan untuk selalu rendah hati. Melihat hasil bumi yang digantung, kita diingatkan untuk selalu bersyukur dan berbagi.

Jadi, jika nanti kalian melewati jalanan di Bali dan melihat janur-janur melambai tertiup angin dari deretan penjor, ingatlah bahwa itu adalah doa visual yang dipanjatkan oleh masyarakat Bali untuk kedamaian semesta.

Mari Berdiskusi!

Bagaimana menurut kalian? Apakah di daerah kalian ada tradisi yang mirip dengan Penjor? Atau mungkin kalian punya pengalaman unik saat membuat penjor bersama keluarga?

Jangan ragu untuk berbagi cerita di kolom komentar di bawah ini ya! Saya sangat senang membaca perspektif kalian.

Rahajeng Rahina Galungan lan Kuningan bagi semeton yang merayakan. Dumogi Dharma selalu menang atas Adharma.

Aditya Januardi
Aditya Januardi Beragam Tutorial dan Informasi Teknologi menarik seputar teknologi dan umum